Tanggal 4 Agustus 2000, dua belas tahun yang lalu, UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disahkan sebagai bagian dari semangat bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 87 dan 98 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi. Saat ini 12 tahun telah berlalu dan jaminan hukum tanpa penegakan tersebut masih berjalan setengah hati.
Dalam ulasan setiap tahun kelahirannya, undang-undang ini seakan hanya menjadi macan kertas, nyaris tidak ada kemajuan berarti dalam penegakannya. Beberapa hal tersebut antara lain;
- Penanganan pelaporan kasus-kasus pelanggaran kebebasan berserikat di level Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dan Kepolisian masih rendah. Pelaporan atas tindak pidana pelanggaran kebebasan berserikat seringkali berakhir di meja pertama nyaris tanpa penyelesaian. Puluhan seminar dan pelatihan dengan tema penanganan kasus pelanggaran kebebasan berserikat dengan mengundang pihak kepolisian, pegawai perantara, dan kejaksaan sekalipun belum dapat mengubah arah kebijakan lembaga dalam penegakan Pasal 28 jo 43 UU No 21 Tahun 2000. Pelaporan malah berujung kriminalisasi terhadap pengurus serikat pekerja.
- Kriminalisasi dan PHK sepihak terhadap pengurus serikat pekerja dengan berbagai motif dan cara.
- Kekuatan serikat pekerja juga dilemahkan dengan semakin bertambahnya jumlah pekerja kontrak dan outsourcing, yang mengakibatkan berkurangnya jumlah anggota buruh tetap dan keanggotaan serikat juga dengan sendirinya berkurang.
Mengapa kasus-kasus pelanggaran kebebasan berserikat sulit diproses? Dalam perjalanannya kasus-kasus pelaporan berakhir di tangan kepolisian dan pegawai pengawas ketenagakerjaan tanpa kejelasan. Pertanyaannya adalah berapa jumlah kasus pelanggaran kebebasan berserikat yang dapat diproses dan berakhir di pengadilan? tidak banyak jumlahnya, yang paling fenomenal adalah keberhasilan kawan-kawan FSPMI di Pasuruan (PT King Jim) yang berhasil memenjarakan pengusaha nya karena terbukti bersalah melakukan tindakan anti union/union busting.Pernah dalam sebuah kesempatan di Jakarta, saya bertanya pada salah satu pengurus serikat King Jim tentang mengapa kasus tersebut bisa naik hingga pengadilan, dan mereka menjawab bahwa kasus ini selalu dikawal dalam bingkai aksi solidaritas buruh setiap harinya.Jawaban tersebut kemudian semakin menguatkan pendapat saya, bahwa tanpa ada perhatian dan kawalan massa buruh, kasus -kasus anti union/union busting sulit untuk diproses.
Ya, setelah 12 tahun sejak undang-undang ini disahkan, kita masih belum bisa berharap banyak kepada pemerintah untuk melaksanakannya.Pemerintah sudah kadung berpihak pada pasar atas nama iklim investasi yang kondusif dan semakin fleksibel nya aturan perburuhan.